Keluak adalah biji kepayang yang telah diproses dan dimanfaatkan isinya. Biji ini memiliki salut (aril) yang tinggi kandungan glikosida sianogenik. Glikosida sianogenik juga ditemukan pada daun, kulit batang, dan biji tanaman kepayang. Senyawa ini yang dapat dengan cepat terhidrolisis menjadi gula, aldehida/keton, dan asam sianida, sehingga dapat memabukkan dan mematikan apabila termakan. Racun pada biji kepayang ini dapat digunakan sebagai racun untuk mata panah. Bijinya aman diolah untuk makanan bila telah direbus dan direndam air terlebih dahulu. Untuk memunculkan warna hitam yang khas, biji yang telah direbus dan direndam akan dipendam dalam tanah (setelah dibungkus daun pisang) selama beberapa minggu. Di samping glikosida sianogenik, terdapat pula beberapa zat lain yang tergandung dalam keluak, seperti asam hidrokarpat, asam khaulmograt, asam glorat, dan tanin. Kayu tanaman ini juga bernilai ekonomi, dengan berat jenis 450 – 1000 kg/m3. Ungkapan "mabuk kepayang" dalam bahasa Melayu maupun bahasa Indonesia digunakan untuk menggambarkan keadaan seseorang yang sedang jatuh cinta sehingga tidak mampu berpikir secara logis, seakan-akan habis memakan kepayang. Pemanfaatan keluak diambil dari isi cangkang biji yang keras yang berwarna hitam (setelah diolah). Penemuan arkeologi di Gua Niah, Sarawak, menunjukkan bahwa di masa Pleistosen akhir, manusia telah menguasai teknologi sederhana penawar racun keluak dengan memasukkan biji-bijinya pada lubang-lubang di tanah dan dibalur dengan abu pembakaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar